Tambahkanlah kepadaku Ilmu ya Tuhanku

Tambahkanlah kepadaku Ilmu ya Tuhanku

Minggu, 28 September 2014

Hakikat Hadits



BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
            Sudah menjadi hal yang sepantasnya bagi kita setiap muslim mempercayai bahwa al-hadits merupakan sumber ajaran syari’at islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Kita diwajibkan memegang al-hadits sebagaimana Al-Qur’an, yang mana keduanya ini mempunyai korelasi yang sangat erat dalam syari’at islam. Al-hadits. Umat islam diwajibkan untuk mengikuti dan mengamalkannya seperti halnya dengan Al-Qur’an. Dalam kaitannya memahami syari’at, Al – Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin, bisa memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu keduanya.
‘Ulumul Hadits merupakan ilmu mulia, barang siapa yang mahir dalam disiplin ilmu ini, maka sungguh telah mendapatkan kebaikan yang besar, karena ilmu ini merupakan kunci pokok untuk mempelajari hadits-hadits Nabi, barangsiapa yang mempelajarinya maka akan banyak berinterakasi dengan sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga sangat berpotensi untuk lebih mengenal sunnah beliau, bahkan tidak menutup kemungkinan akan terbangun sebuah kemampuan yang luar biasa, yaitu keahlian dalam memilah hadits shahih dan hadits dhaif. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai urgensi kajian ulumul hadits.


B.                 Rumusan Masalah
1.                  Menjelaskan Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar.
2.                  Menjelaskan Bentuk-Bentuk Hadits.
3.                  Menjelaskan Hadits Ditinjau Dari Tempat Bersandarnya.    
4.                  Menjelaskan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an.

C.                Tujuan
1.                  Mengetahui Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
2.                  Mengetahui Bentuk-Bentuk Hadits
3.                  Mengetahui Hadits Ditinjau Dari Tempat Bersandarnya
4.                  Mengetahui Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
1.      Hadits
Hadits secara etimologis adalah al-jadid dan al-khabar (baru dan berita). Menurut istilah syari’at, pemakaian istilah hadits juga berbeda-beda sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.[1])
Menurut Ibn Manzhur, kata ‘hadits’ berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadist, jamaknya al-hadist, al-hadistan dan al-hudtsan. Secara etimologis kata hadits memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (yang baru) lawandari al-qadim (yang lama) dan al-khabar yang berarti kabar atau berita.[2]) M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata ‘hadist’secara etimologi (lughowiyah) berarti komunikasi, kisah, percakapan: religious atau sekuler, historis atau kontemporer.[3])
Komunikasi religius: risalah atau Al-Qur’an.
a.      Allah SWT. berfirman, الله نزل احسن الحديث كتبا..(الزمر: ٢٢)
Allah Ta’ala menurunkan secara bertahap hadist (risalah) yang paling baik dalam bentuk kitab. (Q.S. Az-Zumar [39]: 23)[4])
b.      Kisah tentang suatu watak sekuler atau umum.
Allah SWT. berfirman,
واذا رايت الذين يخوضون في ايتنا فاعرض عنهم حتى يخوضوافي الحديث غيره....(الانعام: ٦٨)
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, tinggalkanlah mereka sehingga membicarakan hadist (perkataan) yang lain. (Q.S. Al-An’am [6]: 68)
c.       Kisah historis. Allah SWT. berfirman,
وهل اتىك حديث موسى. (طه: ٩.
Apabila telah sampai kepadamu hadist (kisah) Musa? (Q.S. Thaha [20]: 9)
d.      Kisah kontemporer atau percakapan. Allah SWT. berfirman,
واذ اسر النبي الى بعض ازواجه حديثا.... (التحريم: ٣)
Ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya suatu hadist (kisah). (Q.S. At-Tahrim [66]:3)
Pengertian Hadis secara Terminologis, Secara terminologis, para ulama, baik muhaditsin, fuqoha, ataupun ulama ushul, merumuskan pengertian hadis secara berbeda-beda.
Ulama Hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut,
كل ما اثر عن ا لنبي صلى ا لله عليه و سلم من قو ل او فعل او تقرير او صفة خلقية اوخلقية
”segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.[5])
Menurut istilah ahli Ushul Fiqh, pengertian hadis adalah,
كل ما صدر عن النبي صلى الله عليه وسلم غير القران الكريم من قول او فعل او تقرير مما يصلح ان يكون دليلا لحكم شرعي
Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW , selain Al-Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut-paut dengan hukum syara’.[6])
Adapun menurut istilah para fuqaha, hadis adalah,
كل ما ثبت عن النبي صلى الله عليه و سلم ولم يكن من باب الفرض ولا الواجب
Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW. Yang tidak bersangkut-paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.)[7])
Pengertian hadist secara terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh Jumhur Al-Muhadistin, adalah :
ما اضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم قولا او فعلا او تقريرا او نحوها
Sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.[8])
Dengan demikian, menurut ulama hadist, esensi hadist adalah segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir dan hal ihwal Nabi Muhammad SAW. adapun pengertian hadist secara luas, sebagaimana dikatakan Muhammad Mahfudz At-Tirmidzi adalah,
ان الحديث لا يختص بالمرفوع اليه صلى الله عليه و سلم بل جاء باءطلاقه ايضا للموقوف (وهو ما اضيف الى الصحابي من قول او نحوه) والمقطوع (وهو ما اضيف للتابعى كذالك)
Sesungguhnya hadist bukan hanya yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad SAW., melainkan dapat pula disebutkan pada yang mauquf (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari shahabat) dan maqthu’ (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabiin).[9])

2.      Sunnah
Menurut bahasa, sunnah adalah:  الطريقة محمودة كانت او مذ مومة Jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela.[10])
Menurut ahli bahasa, kata sunnah juga berarti jalan. Adapun pengertian Sunnah menurut istilah seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Ajaj Al-Khatib,
ما اثر عن النبي صلى الله عليه و سلم من قول او فعل او تقريراو صفة خلقية او سيرة سواء كان قبل البعثة او بعدها
Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum Nabi diangkat jadi Rasul atau sesudahnya.[11])
Ibn Taimiyyah mengungkapkan bahwa sunnah adalah “adat kebiasaan (al-‘adah), yakni jalan (thariqah) yang terus diulang-ulang oleh beragam manusia, baik yang dianggap sebagai ibadah ataupun bukan ibadah”.[12]) Sunnah berarti model kehidupan Nabi SAW., sedangkan hadist adalah periwayatan dari model kehidupan Nabi SAW. tersebut.
3.      Khabar
Secara bahasa, khabar artinya warta atau berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.[13]) Khabar menurut istilah ahli hadist adalah ,
ما اضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم او غيره
Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW., atau yang dari selain Nabi SAW.
Maksudnya bahwa khabar itu cakupannya lebih luas dibanding dengan hadist. Khabar mencakup segala sesuatuyang berasal dari Nabi Muhammad SAW. dan selain Nabi, seperti perkataan sahabat dan tabiin, sedangkan hadist hanya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik perkataan, perbuatan maupun taqrir (perbuatan) beliau.
4.      Atsar
Atsar menurut bahasa adalah sisa dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah ada dua pendapat :
a.      Ada yang mengatakan bahwa atsar sama dengan hadits, makna keduanya sama.
b.      Ada yang berpendapat bahwa atsar berbeda dengan hadits, yaitu cakupannya lebih umum dibanding dengan khabar. Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, tabiin dan lain-lain. Sebagaimana dicontohkan pada perkataan Ubaidillah ibnUtbah ibnMas’ud sebagai berikut
“menurut sunah, hendaklah imam bertakbir pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha sebanyak Sembilan kali takbir ketika duduk diatas mimbar sebelum berkhotbah.”(HR, Baihaqi). Dalam kalangan ulama ahli Fiqih, perkataan Ubaidillah tersebut dimasukkan kedalam makna atsar, bukan sebagai khabar, apalagi sebagai hadist, sebab Ubaidillah adalah seorang tabi’in.

B.                 Bentuk-Bentuk Hadits
1.      Hadist Qauli
Hadist qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. dengan kata lain, hadist qauli adalah hadist berupa perkataan Nabi SAW. yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk syara’, peristiwa, kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat maupun akhlak. Seperti contoh berikut :
عن ابي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من كدب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النار (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda, “Barang siapa sengaja berdusta atas diriku, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di neraka.” (H.R. Muslim)
2.      Hadist Fi’li
Hadist fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadis tersebut berupa perbuatan atau gerakan Nabi SAW, yang menjadi rujukan atau pedoman dan anutan perilaku para sahabat pada saat itu dan menjadi keharusan bagi umat Islam untuk mengikutinya. Untuk mengetahui hadits yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat kata-kata kana/ yakunu atau ra’aitu/ ra’aina. Seperti contoh berikut:
“kerjakanlah shalat seperti kamu melihat bagaimana aku mengerjakannya”. (HR. Bukhari Muslim)
“dari Jabir RA berkata bahwasanya Nabi Muhammad pernah sholat diatas tunggangannya kemana saja tunggangan itu menghadap. Maka apabila hendak sholat fardlu, beliau turun dari kendaraannya . Kemudian sholat menghadap kearah kiblat. ”(HR. Bukhari Muslim)
3.      Hadist Taqriri
Hadist taqriri adalah hadist berupa ketetapan Nabi SAW. Terhadap apa yang dating atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi SAW. Membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya. Misalnya : diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri RA , diaberkata, “ ada orang yang sedang musafir, ketika dating waktu sholat tidak mendapatkan air, sehingga keduanya bertayamum dengan debu yang bersih lalu mendirikan sholat. Kemudian keduanya mendapati air, yang satu mengulang wudhu dan sholat sedangkan yang lain tidak mengulang. Keduanya lalu menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua hal tersebut. Terhadap orang yang tidak mengulang, beliau bersabda,
“ Engkau sudah benar sesuai sunnah, dan sudah cukup dengan shalatmu ”
Dan kepada orang yang mengulangi wudhu dan sholatnya, beliau bersabda,
“ bagimu pahala dua kali lipat.”[14])
4.      Hadist Hammi
Hadist hammi adalah hadist yang berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW. Yang belum terealisasikan,  seperti hasrat berpuasa tanggal 9 Asyura. Sebagai contohnya :
عن عبدالله بن عباس يقول حين صام النبي صلى الله عليه و سلم يوم عاشوراء و امرنا بصيامه قالو : يا رسول الله انه يوم تعظمه اليهود و النصارى فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : فاءدا كان العام المقبل صمنا يوم التاسع (رواه ابو داود)
Dari Abdullah ibn Abbas, ia berkata, “Ketika Nabi SAW. Berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani’. Rasulullah SAW. Kemudian bersabda, “Tahun yang akan dating insyaAllah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan’.” (H.R. Abu Daud)
Nabi belum sempat merealisasikan hasratnya karena beliau wafat sebelum dating bulan Asyura tahun berikutnya.
5.      Hadist Ahwali
Hadist ahwali adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi yang tidak termasuk dalam keempat kategori hadist di atas. Hadist yang termasuk kategori ini adalah hadist-hadist yang menyangkut sifat-sifat dan kepribadian serta fisik Nabi SAW.[15])  Seperti hadist berikut :
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم احسن الناس خلقا (متفق عليه)
Rasul SAW. adalah orang yang paling mulia akhlaknya. (Mutafaq Alaih)
Dari Abi Ishaq, dia berkata,” Seorang laki-laki bertanya kepada Al-Bara’, apakah wajah Rasulullah seperti pedang ?” dia menjawab, Tidak, tapi seperti rembulan.[16])
C.                Hadits Ditinjau Dari Tempat Bersandarnya
1.      Hadits Qudsi
Hadist qudsi secara bahasa berasal dari kata qadusa yaqdusu qudsan artinya suci atau bersih. Jadi hadist qudsi secara bahasa adalah hadis yang suci. Secara terminology hadist qudsi adalah segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT., selain Al-Qur’an yang redaksinya disusun oleh Nabi SAW.
ما اخبر الله نبيه تارة بالوحي و تارة بلاءلهام و تارة بالمنام مفوضا اليه التعبير باي عبارة شاء
Sesuatu yang diberitakan Allah SWT., terkadang melalui wahyu, ilham atau mimpi, dengan redaksinya yang diserahkan kepada Nabi SAW.
      Sedangkan hadits Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh Nabi dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah.[17])
Disebut hadist karena redaksinya disusun sendiri oleh Nabi dan disebut qudsi karena hadist ini suci dan bersih (Ath-Thaharahwa At-Tanzih) dan datangnya dari Dzat Yang Maha Suci. Hadits qudsi disebut juga dengan hadits rabbani atau hadits ilahi.[18])
        Adapun perbedaan antara hadits qudsi dengan Al-Qur’an adalah yang pertama Al-Qur’an itu lafazh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi. Kedua membaca Al-Qur’an termasuk ibadah dan mendapat pahala, sedang membaca hadits qudsi bukan termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.[19])
2.      Hadits Nabawi
Hadits nabawi adalah hadits yang lafadz dan makananya dinisbatkan kepada Nabi SAW. Berbeda dengan hadits qudsi semuanya dinisbatkan kepada Nabi SAW baik dari segi lafadz maupun maknanya.
Adapun perbedaan antara hadits qudsi dengan hadits nabawi adalah hadits nabawi disandarkan kepada Rasulullah dan diceritakan oleh beliau, sedangkan hadits qudsi disandarkan kepada Allah kemudian Rasulullah menceritakan dan meriwayatkan dari Allah. Oleh karena itu diikat dengan sebutan qudsi.[20]

D.                Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Tidak semua ayat Al-Qur’an dapat dipahami secara tekstual. Al-Qur’an menekankan bahwa Rasul SAW memiliki maksud dan tujuan firman-firman Allah.[21]) Hadits memiliki hubungan yang sangat erat dengan Al-Qur’an, sangat sulit apabila seseorang menggali apa yang ada dalam kandungan Al-Qur’an tanpa hadits. Begitu juga sebaliknya tidak mungkin membahas hadits tanpa menyinggung Al-Qur’an.
Hadits menempati kedudukannya yang sanagt penting setelah Al-Qur’an. Kewajiban mengikuti bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti Al-Qur’an. Hal ini karena hadits merupakan mubayyin terhadap Al-Qur’an. Tanpa memahami dan menguasai hadits, siapa pun tidak akan bisa memahami Al-Qur’an. Sebaliknya, siapa pun tidak akan bisa memahami hadits tanpa Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan dasar hokum pertama, yang didalamnya berisi garis besar syari’at, dan hadits merupakan dasar hukum kedua, yang didalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Qur’an.[22])




BAB III
PENUTUP
A.                  Kesimpulan
            Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW , selain Al-Qur’an Al-Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut-paut dengan hukum syara’.
            Sunnah Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum Nabi diangkat jadi Rasul atau sesudahnya.
Khabar Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW., atau yang dari selain Nabi SAW. Sedangakn Atsar menurut bahasa adalah sisa dari sesuatu.
Ditinjau dari bentuknya, hadist qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi. Hadist fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi. Hadist taqriri adalah hadist berupa ketetapan Nabi. Hadist hammi adalah hadist yang berupa keinginan atau hasrat Nabi. Hadist ahwali adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi yang tidak termasuk dalam keempat kategori hadist di atas. Hadist yang termasuk kategori ini adalah hadist-hadist yang menyangkut sifat-sifat dan kepribadian serta fisik Nabi SAW.
Hadits ditinjau dari tempat bersandarnya yaitu Hadist qudsi adalah apa yang disandarkan oleh Nabi dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah, sedangkan Hadits nabawi adalah hadits yang lafadz dan makananya dinisbatkan kepada Nabi SAW.
B.                  Saran
            Sudah  merupakan kewajiban bagi kaum muslimin bahwa al-Hadits merupakan sumber syariat islam kedua setelah al-Qur-an. Oleh karena itu marilah kita mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- yang merupakan kewajiban kita mempelajarinya sebagaimana mempelajari al-Qur-an, hingga kita dapat mengamalkan dari kandungan kedua sumber syari’at islam.


[1] H.Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm 2.
[2] Muhammad Ibn Mukaram Ibn Manzhur Lisan Al-Arab.Juz ll, 1992. hlm 131.
[3] M.M. Azami, Studies in Hadist Methodology and Literature.Terj.Meth Kieraha (Jakarta: Lentera, 2003),  hlm 21-23.
[4] Ibid.,
[5] Muhammad Ajaj Al-Khathib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin (Kairo: Maktabah Wahbah, 1975), Hlm 19.
[6] Ibid.,
[7] Ibid.,
[8] Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadist (Bandung: Al-ma’arif, 1991), hlm 6.
[9] Ibid., hlm 12.
[10] Endang Soetari, Ilmu Hadist: Kajian Riwayah dan Dirayah (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), hlm 6.
11  M. Ajaj Al-Khathib, Ushul al-Hadist ‘Ulumul wa Musthalahuhu (Beirut: Dar Al-Fikr, 1975), hlm 19.

[12] H.Zeid B. Smeer,op.cit., hlm 5.
[13] Mustafa Ash-Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam: Sebuah Pembelaan Kaum Sunni (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm 113.
[14] HR. Abu Dawuddan An-Nasa’i
[15] Utang Ranu wijaya, Ilmu Hadist (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), hlm 15.
[16] HR. At-Tirmidzi, dia berkata, “ Hadist hasan shahih,”
[17] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm 27.
[18] Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Mushthalah Hadits (Yogyakarta: Media Hidayah, 2008),hlm 16.
[19] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, op.cit., hlm 26.
[20] Ibid.,
[21] Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, op.cit., hlm 15
[22] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul hadits (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), hlm 73.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar